Search

Kamis, 02 Desember 2010

LAPORAN OBSERVASI PERKEMBANGAN ANAK DALAM BERBAGAI SEGI DAN IMPLIKASINYA TERHADAP PENDIDIKAN PADA SISWA KELAS II
SD ISLAM AN-NUR MAGELANG
Laporan ini disusun untuk memenuhi tugas individu
Mata Kuliah : Psikologi Perkembangan
Dosen Pengampu : Ibu Sumilah

Disusun Oleh :
Nama : Nita Afrianti
NIM : 1401409101
Rombel : 05


PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2010
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Alloh SWT yang telah melimpahkan rahmat, taufik dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan observasi Mata Kuliah Psikologi Perkembangan sebagai syarat untuk mengikuti ujian akhir semester II.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada berbagai pihak yang telah membantu penulis dalam menyusun leporan observasi ini. Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada :
1. Ibu Sumilah selaku dosen pengampu Mata Kuliah Psikologi Perkembangan.
2. Bapak Solihin M. P, Ama. Pd. selaku Kepala Sekolah SD Islam An-Nur Magelang.
3. Kedua orangtua yang selalu memberi motivasi kepada penulis.
4. Serta pihak-pihak yang telah membantu.

Penulis menyadari bahwa hasil laporan ini masih jauh dari sempurna dan masih terdapat banyak kekurangan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca. Semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Semarang, Juni 2010
Penulis,


Nita Afrianti
NIM 1401409101



BAB I
PENDAHULUAN

Perkembangan dapat diartikan sebagai perubahan yang sistematis, progresif dan berkesinambungan dalam diri individu sejak lahir hingga akhir hayatnya atau dapat diartikan pula sebagai perubahan–perubahan yang dialami individu menuju tingkat kedewasaan atau kematangannya. Pada dasarnya psikologi perkembangan merupakan ilmu yang mempelajari perilaku individu dalam perkembangannya yang mencakup periode masa bayi, masa anak-anak, masa remaja dan masa dewasa.
Setiap anak pasti akan mengalami perkembangan dan pertumbuhan tetapi antara anak yang satu dan yang lain tidak akan sama kapan kesempatan mereka untuk dapat berjalan, berbicara, menstruasi dan untuk memperoleh kematangan juga berbeda waktunya. Pemahaman dan perlakuan terhadap peserta didik sebagai suatu totalitas ynag harus diperhatikan adalah seorang peserta didik merupakan satu kesatuan dari keseluruhan aspek yang terdapat dalam dirinya. Aspek fisik dan psikis tersebut terdapat dalam diri peserta didik sebagai indivudu yang berarti tidak dapat dipisahkan antara suatu bagian dengan bagian lainnya. Secara keseluruhan aspek fisik dan psikis tersebut memiliki hubungan yang saling terjalin satu sama lain. Jika salah satu aspek mengalami gangguan, maka emosinya juga terganggu. Dengan adanya hal itu maka dalam Mata Kuliah Psikologi Perkembangan diadakan tugas penelitian atau observasi guna memenuhi salah satu Tugas Tengah Semester, selain itu juga untuk melihat secara langsung perkembangan dan pertumbuhan peserta didik beserta implikasinya usia kelas II SD.
Setelah saya melakukan penelitian dan terjun langsung di SD, saya menemukan berbagai perbedaan pertumbuhan dan perkembangan antara peserta didik yang satu dan yang lain. Perkembangan yang dialami oleh masa anak usia kelas II SD berbeda sekali dengan anak usia kelas VI SD. Yang membedakan dari keduanya adalah bahwa anak usia kelas II SD lebih sering menghabiskan sebagian waktunya untuk bermain dan mereka cenderung lebih banyak mengikuti emosi yang sedang dirasakannya tanpa bisa mengendalikannya. Sedangkan pada anak usia kelas VI SD mereka mengalami masa yang sulit untuk diatur, lebih sering mengelompok membentuk geng dan masa untuk belajar menyesuaikan diri dengan standar atau aturan yang disetujui semua anggota kelompok.
Dengan melakukan penelitian ini setidaknya saya mempunyai gambaran dan pengalaman bagaimana perkembangan psikis dan sosial beserta implikasinya peserta didik secara real atau nyata. Semoga bisa menjadi bekal saya dalam mengajar di masa depan agar bisa menjadi guru SD yang profesional dan bermutu.
Seperti yang telah kita ketahui bahwa adanya permasalahan seperti yang tertulis diatas maka dalam penelitian ini yang ingin saya teliti adalah perkembangan anak usia kelas II SD pada khususnya. Untuk mendukung kelancaran penelitian yang saya lakukan di SD dan untuk mengoptimalkan hasil penelitian maka saya menggunakan metode non eksperimental yang memudahkan saya dalam pengumpulan data, yaitu :
1. Metode Pengamatan
Suatu cara untuk mencatat tingkah laku tertentu dari anak yang diamati dengan menggunakan pedoman observasi.
2. Metode Klinis
Suatu metode yang digunakan untuk mengamati seseorang di tempat khusus yang telah disediakan, sehingga dapat diketahui perilaku-perilaku dan pertanyaan-pertanyaannya yang spontan dengan tujuan paedagogis atau medis.





BAB II
LANDASAN TEORI

1. PERKEMBANGAN EMOSI
Pengertian perkembangan emosi
Dalam kehidupan sehari-hari, emosi sering diistilahkan juga dengan perasaan. Perasaan menunjukkan suasana batin yang lebih tenang dan tertutup karena tidak banyak melibatkan aspek fisik, sedangkan emosi menggambarkan suasana batin yang dinamis dan terbuka karena melibatkan ekspresi fisik.
Minimal ada empat ciri emosi yaitu :
1. Pengalaman emosional bersifat pribadi atau subjektif, ada perbedaan pengalaman antara individu yang satu dengan lainnya.
2. Ada perubahan secara fisik (kalau marah jantung berdetak lebih cepat).
3. Diekspresikan dalam perilaku seperti takut, gampang marah, sedih dan bahagia.
4. Berbagai motif, yaitu tenaga yang mendorong seseorang melakukan kegiatan, misalnya orang sedang marah mempunyai tenaga dan dorongan untuk memulkul atau merusak barang.

Ciri khas penampilan atau ekspresi emosi anak antara lain :
1. Reaksi emosinya kuat terhadap situasi yang sederhana atau remeh maupun yang serius, namun dapat berubah dengan bertamnbahnya usia anak.
2. Sering kali tampak dalam bentuk ekspresi fisik dan gejala, misalnya perubahan ruman muka, dan gerakan tubuh, dan ada juga anak yang menjadi gelisah, melamun, menggigit kuku.
3. Bersifat sementara, kalau sedih anak menangis tapi setelah itu cepat berhenti bila perhatiaannya dialihkan
4. Reaksi emosi mencerminkan individualitas anak, misalnya juga anak ketakutan, ada yang menangis, menjerit, lari dan bersembunyi dibalik seseorang.
Macam Emosi
Rasa khawatir dan cemas biasanya timbul tanpa alasan yang jelas, tetapi lebih disebabkan karena membayangkan situasi bahaya atau kesakitan yang mungkin terjadi. Biasanya terekspresikan dalam bentuk perilaku yang murung, gugup, mudah tersinggung, tidur tidak nyenyak, dan cepat marah.
Rasa marah merupakan suatu perasaan yang dihayati oleh anak yang cenderung bersifat menyerang. Ada anak yang dapat menghadapi dan mengatasi rasa marah lebih baik dibandingkan anak lainnya.
Kegembiraan, keriangan, dan kesenangan merupakan emosi yang menyenangkan. Setiap anak berbeda variasi kegembiraannya. Hal itu dipengaruhi oleh perbedaan usia anak.
2. PERKEMBANGAN INTELEK
Pengertian dan Klasifikasi Intelegensi
Intelek adalah kemampuan jiwa atau psikis yang relatif menetap dalam proses berpikir untuk membuat hubungan tanggapan, serta kemampuan memahami, menganalisis, mensintesiskan, dan mengevaluasi.
Menurut Thurston (Sukmadinata, 2003) ada tujuh faktor C, yaitu : Kemampuan verbal, kelancaran menggunakan kata-kata, memecahkan masalah matematis, memahami ruang, mengingat, melakukan pengamatan/ persepsi, dan berpikir logis.
Faktor-faktor yang mempengaruhi Perkembangan Intelek
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi perkembangan intelek anak, antaranya adalah sebagai berikut :
1. Kondisi organ penginderaan sebagai saluran yang dilalui kesan indera dalam perjalanannya ke otak (kesadaran).
2. Intelegensi atau tingkat kecerdasan mempengaruhi kemampuan anak untuk mengerti atau memahami sesuatu.
3. Kesempatan belajar yang diperoleh anak.
4. Tipe pengalaman yang didapat anak secara langsung akan berbeda jika anak mendapat pengalaman secara tidak langsung dari orang lain atau informasi dalam buku, film, dsb.
5. Jenis kelamin.
6. Kepribadian anak dalam memandang kehidupan dan menggunakan suatu kerangka acuan berinteraksi dengan orang lain dan lingkungan berdasarka pada penyesuaian diri dan cara pandang anak terhadap dirinya sendiri.

3. PERKEMBANGAN SOSIAL
Pengertian, Proses Sosialisasi, dan Penyesuaian Sosial
Perkembangan Sosial berarti perolehan kemampuan berperilaku yang sesuai dengan tuntutan sosial. Belajar hidup bermasyarakat memerlukan sekurangnya tiga proses berikut:
1. Belajar berprilaku yang dapat diterima secara sosial.
2. Memainkan peran sosial yang dapat diterima.
3. Perkembangan sikap sosial
Kemampuan peserta didik melakukan sosialisasi antara lain dipengaruhi oleh sejumlah faktor:
1. Kesempatan dan waktu untuk bersosialisasi, hidup dalam masyarakat dengan orang lain.
2. Kemampuan berkomunikasi dengan kata-kata yang dapat dimengerti peserta didik maupun orang dewasa lain.
3. Motivasi peserta didik untuk mau belajar bersosialisasi.
4. Metode belajar efektif dan bimbingan bersosialisasi.

Terdapat beberapa kriteria penyesuaian sosial yang baik :
1. Tampilan nyata, dimana perilaku sosial anak sesuai dengan standar kelompok dan memenuhi harapan kelompok sehingga diterima menjadi anggota kelompok.
2. Penyesuaian diri terhadap berbagai kelompok, dimana anak dapat menyesuaiakan diri bukan hanya dalam kelompoknya sendiri, tetapi juga dengan kelompok lain.
3. Sikap sosial, dimana anak menunjukkan sikap yang menyenangkan terhadap orang lain, serta ikut berpartisipasi dan berperan dalam kelompok dan kegiatan sosial.
4. Kepuasan pribadi, karena anak dapat bersosialisasi dengan orang lain secara baik, dan dapat berperan dalam kelompok, baik sebagai pemimpin maupun sebagai anggota kelompok.

4. PERKEMBANGAN MORAL
Pengertian Perkembangan Moral
Moral berasal dari kata Latin “mores” yang berarti tatacara, kebiasaan, dan adat. Perilaku sikap moral berarti perilaku yang sesuai dengan kode moral kelompok sosial, yang dikendalikan oleh konsep moral.
Dalam mempelajari perkembangan sikap moral peserta didik usia sekolah, Piaget (Sinolungan, 1997) mengemukakan 3 tahap perkembangan moral sesuai dengan kajiannya pada aturan dalam permainan anak.
1. Fase Absolut, dimana anak mengahayati peraturan sebagai sesuatu hal yang mutlak, tidak dapat diubah, karena berasal dari otoritas yang dihormati (orang tua, guru, anak yang lebih berkuasa)
2. Fase Realistis, dimana anak menyesuaikan diri untuk menghindari penolakan orang lain. Dalam permainan, anak menaati aturan yang disepakati bersama sebagai suatu kenyataan atau realitas yang dapat diubah asal disetujui bersama.
3. Fase Subjektif, dimana anak memperhatikan motif atau kesengajaan dalam penilaian perilaku, anank menaati peraturan agar terhindar dari hukuman, kemudian memahami aturan dan gembira mengembangkan serta menerapkannya.

5. PERKEMBANGAN BAHASA
Pengertian, Fungsi, dan Keterampilan Berbahasa
Bahasa merupakan media komunikasi yang digunakan untuk penyampaian pesan (pendapat, perasaan, dll) dengan menggunakan simbol-simbol yang disepakati bersama, kemudian kata dirangkai berdasarkan urutan membentuk kalimat yang bermakna, dan mengikuti aturan atau tata bahasa yang berlaku dalam suatu komunitas atau masyarakat.

Ada tiga komponen utama bahasa, yaitu :
1. Bentuk atau form yang mencakup sintaksis, morfologi, dan fonologi.
2. Isi atau content yang meliputi makna atau sematik.
3. Penggunaan atau use yang mencakup pragmatik.
Keterampilan berbahasa memiliki 4 aspek atau ruang lingkup yaitu keterampilan mendengarkan, berbicara, membaca dan menulis. Keterampilan mendengarkan di sekolah dasra meliputi kemampuan memahami bunyi bahasa, perintah, dongeng, drama, petunjuk, denah, pengumuman, berita, dan konsep materi pelajaran.
Keterampilan berbicara meliputi kemampuan mengungkapkan pikiran,perasaan dan informasi secara lisan mengenai perkenalan, tegur sapa, pengenalan benda, fungsi anggota tubuh, kegiatan bertanya, percakapan, bercerita, deklamasi, memberi tanggapan pendapat/ saran, dan diskusi.
Keterampilan membaca meliputi keterampilan memahami teks bacaan melalui membaca nyaring, membaca lancar, membaca puisi, membaca dalam hati, membaca intensif dan sekilas.
Keterampilan menulis meliputi kemampuan menulis permulaan, dikte, mendiskripsikan benda, mengarang, menulis surat, undangan dan ringkasan paragraf.
6. PERKEMBANGAN KEPRIBADIAN
Pengertian, Ciri-ciri dan Faktor yang Mempengaruhi Kepribadian
Istilah kepribadian (personality) berasal dari kata latin persona yang artinya “topeng”. Allport mendefinisikan kepribadian sebagai susunan sistem psikofisik yang dinamis dalam diri suatu individu yang menentukan penyesuaian individu yang unik terhadap lingkungan.
Ciri-ciri kepribadian yang sehat, diantaranya adalah (Dahler, 1987:20-23) :
a. Kepercayaan yang mendalam pada diri sendiri dan orang lain.
b. Tidak ragu-ragu, tidak malu, tetapi berani.
c. Inisiatif berkembang.
d. Tidak merasa minder, tetpai mempunyai semangat kerja yang tinggi.
e. Bersikap jujur terhadap diri sendiri (berani melihat dengan sadar akan kekurangan diri sendiri).
f. Berdedikasi tinggi.
g. Senang kontak (berhubungan) dengan orang lain, seperti tukar pikiran, membuka diri, menjaga rahasia.
h. Integritas.
Faktor yang mempengaruhi kepribadian :
a. Faktor bawaan
b. Pengalaman awal
c. Keluarga
d. Sekolah
e. Budaya
f. Kondisi fisik
g. Daya tarik
h. Keberhasilan dan kegagalan










BAB III
LAPORAN HASIL OBSERVASI

A. FORM IDENTITAS SISWA
Identitas Siswa
a. Nama : Artamevia Eka Suci
b. Kelas : II (Dua)
c. No. induk / absen : 08. 022
d. Jenis kelamin : Perempuan
e. Tempat / tgl lahir : Magelang, 20 Maret 2002
f. Hari / tgl observasi : Sabtu, 22 Mei 2010
g. Tempat observasi : SD Islam An-Nuur
h. Waktu : 07.00-selesai

I. Tujuan :

• Mengetahui perkembangan anak dalam berbagai segi.

II. Aspek-aspek yang diobservasi:
A. Aspek Psikis

No Aspek yang diobservasi Kemunculan (Ya)
1.






Segi emosi :

 Anak tidak mudah marah. 
 Anak mau menerima saran atau masukan dari orang lain. 
 Tidak ada perasaan takut terhadap teman atau guru. −
 Cemas ketika melakukan kesalahan. −
 Senang ketika bermain dengan teman sebaya. 
 Rasa ingin tahu terhadap apa yang mereka amati disekitarnya. 
2. Cara berfikir/ intelek:
 Pemahaman dalam menerima pelajaran. 
 Tidak memiliki cacat mental. 
 Gemar dalam bertanya sesuatu yang menarik minat mereka kepada orang yang lebih dewasa. −
 Mudah bergaul atau beradaptasi. 
 Memiliki rasa percaya diri. −

B. Aspek Sosial :
No. Aspek yang diobservasi Kemunculan (Ya)
1. Segi Perkembangan Sosial
 Mampu berinteraksi dalam kelompok. 
 Disukai teman-teman sebaya. 
 Kemampuan berkomunikasi dengan kata-kata. 
2. Segi Perkembangan Moral
 Mau menerima keberadaan orang lain. 
 Berpartisipasi dalam kelompok. 
 Tidak suka berkelahi. 
 Mentaati tata tertib. 
 Bertanggung jawab. 
 Disiplin 
 Berpakaian rapi 
3. Segi Perkembangan Bahasa
 Keterampilan mendengar
• Kemampuan memahami bacaan yang didengar. 
• Kemampuan memahami kalimat perintah. 
• Kemampuan memahami kalimat berita. 
 Keterampilan berbicara
• Kemampuan mengungkapkan pendapat 
• Menyapa teman 
• Memberi tanggapan atau pendapat −
• Aktif dalam diskusi 
 Keterampilan membaca
• Membaca dengan lancar 
• Membaca suara nyaring dan jelas −
 Keterampilan menulis
• Kemampuan mendiskripsikan benda 
• Kemampuan mengarang 


BAB IV
STUDI KASUS

Biodata Siswa
Nama : Artamevia Eka Suci
Tempat/ Tanggal Lahir : Magelang, 20 Maret 2002
Jenis Kelamin : Perempuan
Anak Ke- : 1
Alamat : Bulu Kidul, Podosoko, Sawangan
Nama Orangtua :
1. Ayah : Heri Setyawan
2. Ibu : Widiyanti
Pendidikan Terakhir :
1. Ayah : SMA
2. Ibu : SMA
Pekerjaan Orang Tua : Wiraswasta

PERMASALAHAN :
Setelah saya melakukan observasi di SD Islam An-Nur, saya menemukan salah satu anak kelas II yang mengalami sedikit permasalahan tetapi dengan adanya permasalahan inianak tersebut menjadi terlihat sangat menonjol di kelasnya. Permasalahan yang dialami oleh anak tersebut adalah kurangnya rasa percaya diri siswa terhadap kemampuan yang dimiliki dan kurang aktifnya siswa tersebut pada pertanyaan yang diajukan oleh guru.
Pada saat saya observasi, pak guru menulis soal Bahasa Indonesia di papan tulis dan siapa saja yang bisa menjawab harus maju ke depan untuk menulis jawabannya di papan tulis, anak tersebut sebenarnya bisa mengerjakan tetapi malah justru dia memberikan bukunya dan menyuruh temannya untuk maju dan mengerjakan jawaban yang sudah dikerjakannya. Dia tidak percaya diri kepada kemampuan yang dimilikinya. Pada saat gurunya mengajukan pertanyaan, semua anak tunjuk jari untuk menjawab pertanyaan yang diajukan oleh gurunya,tetapi hanya anak tersebut yang tidak tunjuk jari, lalu Pak guru justru menunjuk anak tersebut untuk menjawab pertanyaan yang diajukan, dia juga malu-malu untuk menjawabnya, tetapi padahal jawaban yang dia utarakan sudah benar. Kurangnya rasa percaya diri yang dimiliki anak tersebut membuat dia terlihat menonjol di kelasnya karena teman-teman yang lain mempunyai percaya diri yang besar. Dia tidak yakin dengan kemampuan yang dimilikinya.
Pada saat anak tersebut disuruh untuk membaca oleh guru, suara anak tersebut kecil dan tidak dapat didengar oleh temannya yang duduk di pojok. Guru sudah menyuruhnya untuk lebih mengeraskan suaranya, tetapi tetap saja suara dia saat membaca tidak lantang. Nada suaranya seperti malu pada teman-temannya.











BAB V
SOLUSI PERMASALAHAN

Pada umumnya masa anak-anak adalah masa dimana mereka sedang pandai-pandainya mencari hal-hal yang mereka ingin tahu. Keingintahuan mereka jauh lebih besar daripada keingintahuan orang dewasa. Tetapi permasalahan yang ada pada anak kelas II tersebut justru kurangnya rasa percaya diri yang menghambat dia untuk menjadi lebih banyak tahu keadaan sekitar dan hal-hal yang seharusnya dia tahu dengan rasa percaya dirinya itu tetapi karena dia tidak percaya diri dan malu untuk bertanya, maka hal-hal itu terlewat begitu.
Solusi untuk menyelesaikan masalah tersebut harus dengan adanya dukungan dari pihak-pihak yang dekat dengan anak tersebut. Dari pihak sekolah, guru harus sering menunjuk anak tersebut untuk lebih aktif menjawab pertanyaan yang diajukan dan sering melatih anak tersebut untuk berbicara di depan kelas menjelaskan kembali materi yang telah dijelaskan agar dia tidak canggung berhadapan dengan teman satu kelas. Guru juga harus memberikan motivasi agar anak lebih percaya diri bahwa dia juga mempunyai potensi untuk bersaing dengan anak-anak yang lain dan menunjukkan potensi yang ia miliki. Dengan usaha tersebut maka guru telah melatih dan memberikan dukungan serta perhatian yang lebih agar rasa percaya diri anak tersebut muncul. Selain itu guru juga harus melakukan pendekatan dengan orangtuanya agar orangtua anak tersebut dapat mendidik dan memunculkan rasa percaya dirinya di lingkungan keluarga karena sebagian besar waktu anak dihabiskan di lingkungan keluarga. Disini karena peran orangtua sangat penting dan orang tua adalah orang yang paling dekat dengan anak dirumah. Orangtua harus mencari tahu apa yang meyebabkan anak tersebut tidak percaya diri jika berhadapan dengan orang lain yang bukan dari anggota keluarganya. Jika orangtua sudah tahu penyebabnya, alangkah sebaiknya dirundingkan dengan guru atau orang yang dirasa lebih mengerti untuk dapat mencari solusi masalahnya. Hal ini akan mempercepat proses percaya diri dan keberanian anak tersebut dalam mengemukakan pendapat disuatu diskusi kelas dan dalam pergaulan dengan teman sebayanya. Anak tersebut juga tidak perlu canggung lagi untuk berhadapan dengan orang lain yang bukan anggota dari keluarganya. Di masa depannya kelak, anak tersebut juga mempu untuk bersaing dengan orang lain tanpa harus menyembunyikan potensi yang ia miliki sesungguhnya
Untuk dapat melatih kelantangan suara saat dia membaca, guru dapat membantu dia dengan sering menunjuk dia untuk membacakan suatu materi dan siswa yang lain menyimak. Pada awalnya memang suara yang dikeluarkan akan kecil, dan pada saat itu guru harus sering-sering mengingatkan dia agar membacanya lebih keras lagi. Jika hal itu dilakukan secara terus-menerus maka dia akan terbiasa dengan suara yang lantang dan tegas. Selain guru, orangtua di rumah juga harus membiasakan dia untuk selalu membaca dengan suara yang keras tetapi masih tahu batas-batas aturannya.















BAB VI
PENUTUP

Kesimpulan
Peserta didik merupakan subjek yang menjadi fokus utama dalam penyelenggaraan pendidikan dan pembelajaran. Penting bagi para guru kelas SD memahami bahwa pemahaman dan perlakuan terhadap peserta didik sebagai suatu totalitas atau kesatuan. Setiap periode perkembangan pada anak mempunyai karakteristik yang berbeda-beda. Tetapi, keseluruhan aspek yang terdapat dalam diri anak tersebut secara integrasi saling terjalin dan saling memberi dukungan fungsional satu sama lain baik aspek fisik maupun psikis anak tersebut. Anak yang pemalu dan merasa kurang percaya diri akan berakibat pada psikisnya, misalnya anak merasa tertekan jika diminta untuk berbicara di depan kelas. Jika hal itu dilakukan terus menerus tanpa menggunakan trik yang dimaksudkan untuk mngelabuhi sikap kurang percaya diri anak tersebut maka lama-kelamaan anak akan terguncang jiwanya dan terganggu belajarnya.
Saran
Sebelum menjadi guru yang handal dan bermutu, seorang guru harus mengetahui kelebihan dan kelemahan peserta didik yang akan diajarkannya agar proses belajar-mengajar dapat berjalan dengan kondusif dan aktif. Tanpa mempelajari karakter dan kepribadian peserta didik, guru tidak akan sukses untuk memajukan pendidikan peserta didik dimanapun mereka mengajar. Setiap peserta didik pasti mengalami masalah dalam proses belajarnya. Jadi, alangkah baiknya jika guru mengetahui cara atau teori jitu untuk mengatasi masalah yang dirasakan oleh anak tersebut sebagai kelemahan bukan sebagai hambatan bagi anak tersebut untuk belajar karena anak yang mempunyai masalah dalam belajar tersebut juga mempunyai potensi yang sama dengan teman yang lainnya.

Makalah Pendidikan Inklusi



PENDIDIKAN INKLUSIF INDONESIA
Disusun Guna Memenuhi Tugas
Mata Kuliah              :  Pengantar Ilmu Pendidikan
Dosen Pengampu      :  Ibu Emi Budiartati


Disusun Oleh :
Nama              :  Arya Dimas Susila
NIM                :  5101409026
Rombel           :  25




PENDIDIKAN TEKNIK BANGUNAN
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2010
“PENDIDIKAN INKLUSIF DI INDONESIA”

Pengertian Pendidikan Inklusif
Menurut Stainback (1990) Sekolah Inklusif adalah Sekolah yang menampung semua siswa di kelas yang sama. Kemudian Staub dan Peck (1995) mengemukakan bahwa Pendidikan Inklusif adalah Penempatan Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) tingkat ringan, sedang dan berat, secara penuh di kelas reguler. Sedangkan Sapon-Shevin (O’ Neil 1995) menyatakan bahwa Pendidikan inklusi sebagai sistem layanan pendidikan yang mempersyaratkan agar ABK dilayani di sekolah-sekolah terdekat, di kelas reguler bersama-sama teman seusianya.
Berdasarkan pendapat tersebut di atas, maka dapat disimpulkan bahwa Pendidikan Inklusi terkandung unsur adanya:
  1. Layanan Pendidikan yang mengikutsertakan ABK untuk belajar bersama dengan anak sebayanya di kelas regular/ biasa terdekat dengan tempat tinggalnya;
  2. Pemberian akses seluas-luasnya kepada semua anak untuk memperoleh pendidikan yang bermutu;
  3. Pemberian layanan pendidikan yang sesuai dengan kebutuhan semua anak,
Sekolah Inklusif (di Indonesia) adalah sekolah biasa (SB) yang mengakomodasi semua peserta didik baik anak normal maupun anak berkebutuhan khusus (cacat fisik, intelektual, sosial, emosional, mental, cerdas, berbakat istimewa daerah terpencil/ terbelakang, suku terasing, korban bencana alam/ bencana sosial/ miskin), mempunyai perbedaan pangkat, warna kulit, gender, suku bangsa, ras, bahasa, budaya, agama, tempat tinggal, kelompok politik, anak kembar, yatim, yatim piatu, anak pedesaan, anak kota, anak terlantar, tuna wisma, anak terbuang, anak yang terlibat dalam sistem pengadilan remaja, anak terkena daerah konflik senjata, anak pengemis, anak terkena dampak narkoba HIV/ AIDS (ODHA), anak nomaden, dll sesuai dengan kemampuan dan kebutuhannya.
  • Pendidikan Inklusif adalah suatu strategi untuk memperbaiki sistem pendidikan melalui perubahan kebijakan dan pelaksanaan yang eksklusif.
  • Pendidikan Inklusif berfokus pada peminimalan dan penghilangan berbagai hambatan terhadap akses, partisipasi dan belajar bagi semua anak, terutama bagi mereka yang secara sosial terdiskriminasikan sebagai akibat kecacatan dan kelainannya.
  • Pendidikan inklusif melihat perbedaan individu bukan suatu masalah, namun lebih pada kesempatan untuk memperkaya pembelajaran bagi semua anak.
  • Pendidikan Inklusif melaksanakan hak setiap anak untuk tidak terdiskriminasikan secara hukum sebagaimana tercantum dalam konvensi PBB (UNCRC) tentang hak anak.
Landasan Yuridis
Deklarasi Dakar
Pendidikan Untuk Semua (2000)
  1. Memperluas dan memperbaiki keseluruhan perawatan dan pendidikan anak dini usia, terutama bagi anak-anak yang sangat rawan dan kurang beruntung
  2. Menjamin bahwa menjelang tahun 2015 semua anak, khususnya anak perempuan, anak-anak dalam keadaan sulit dan mereka yang termasuk minoritas etnik, mempunyai akses dan menyelesaikan pendidikan dasar yang bebas dan wajib dengan kualitas baik.
  3. Menjamin bahwa kebutuhan belajar semua manusia muda dan orang dewasa terpenuhi melalui akses yang adil pada program-program belajar dan kecakapan hidup (life skills) yang sesuai.
  4. Mencapai perbaikan 50% pada tingkat keniraksaraan orang dewasa menjelang tahun 2015, terutama bagi kaum perempuan, dan akses yang adil pada pendidikan dasar dan berkelanjutan bagi semua orang dewasa.
  5. Menghapus disparitas gender dalam pendidikan dasar dan menengah menjelang tahun 2005 dan mencapai persamaan gender dalam pendidikan menjelang tahun 2015 dengan suatu fokus jaminan bagi perempuan atas akses penuh dan sama pada prestasi dalam pendidikan dasar dengan kualitas yang baik
Memperbaiki semua aspek kualitas pendidikan dan menjamin keunggulannya, sehingga hasil belajar yang diakui dan terukur dapat diraih oleh semua, terutama dalam keaksaraan, angka dan kecakapan hidup (life skills) yang penting.
Seruan International Education For All ( EFA) yang dikumandangkan UNESCO sebagai kesepakatan global hasil World Education Forum di Dakar, Senegal tahun 2000, penuntasan EFA diharapkan tercapai pada tahun 2015.
Seruan ini senafas dengan semangat dan jiwa Pasal 31 UUD 1945 tentang hak setiap warga negara untuk memperoleh pendidikan dan Pasal 32 UU Sisdiknas Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang mengatur mengenai Pendidikan Khusus dan Pendidikan Layanan Khusus.
Pernyataan Salamanca Tahun 1994 merupakan perluasan tujuan Education For All melandasi pemerataan kesempatan belajar bagi anak berkebutuhan khusus dengan mempertimbangkan pergeseran kebijakan pemerintah yang mendasar untuk menggalakkan pendekatan pendidikan inklusif.
Melalui pendidikan inklusif ini diharapkan sekolah-sekolah reguler dapat melayani semua anak, termasuk mereka yang memiliki kebutuhan pendidikan khusus.
Dalam menerapkan pendidikan inklusif sekolah reguler memerlukan dukungan sekolah luar biasa dan Sentra PK/PLK sebagai Pusat Sumber.
Surat Edaran Dirjen Dikdasmen Depdiknas No. 380/C.C6/MN/2003 tanggal 20 Januari 2003 perihal pendidikan inklusif : Menyelenggarakan dan mengembangkan di setiap Kabupaten/Kota sekurang-kurangnya 4 (empat) sekolah yang terdiri dari : SD, SMP, SMA, SMK.
Landasan Filosofis
“Bhineka Tunggal Ika”. Filsafat ini wujud pengakuan kebhinekaan manusia, baik vertikal maupun horizontal yang mengemban misi tunggal sebagai umat Tuhan di muka bumi. Kebhinekaan vertikal ditandai dengan perbedaan, kecerdasan, fisik, finansial, pangkat, kemampuan, pengendalian diri dsb. Kebhinekaan horizontal diwarnai dengan perbedaan suku bangsa, ras, bahasa, budaya, agama, tempat tinggal, daerah afiliasi politik, dsb.
Bertolak dari filosofis tersebut maka, kecacatan dan keberbakatan hanyalah satu bentuk kebhinekaan seperti halnya perbedaan suku, ras, bahasa, budaya dan agama. Artinya dari individu kecacatan pasti ditemukan keunggulan tertentu, sebaliknya di dalam diri individu berbakat, pasti terdapat kecacatan tertentu, karena tidak ada makhluk di dunia ini yang sempurna. Sistem Pendidikan harus memungkinkan terjadinya pergaulan dan interaksi antar peserta didik yang beragam sehingga mendorong sikap demokratis dan penghargaan asas HAM.
Beberapa Kebaikan Pendidikan Inklusif
  • Membangun kesadaran dan konsensus  pentingnya Pendidikan Inklusif sekaligus menghilangkan sikap dan nilai yang diskriminatif.
  • Melibatkan dan memberdayakan masyarakat untuk melakukan analisis situasi pendidikan lokal, mengumpulkan informasi.
  • Semua anak pada setiap distrik dan mengidentifikasi alasan mengapa mereka tidak sekolah.
  • Mengidentifikasi hambatan berkaitan dengan kelainan fisik, sosial, dan masalah lainnya terhadap akses dan pembelajaran.
  • Melibatkan masyarakat dalam melakukan perencanaan dan monitoring mutu pendidikan bagi semua anak.
Alasan Pendidikan Inklusif Diterapkan
  • Semua anak mempunyai hak yang sama untuk tidak di-diskriminasi-kan dan memperoleh pendidikan yang bermutu.
  • Semua anak mempunyai kemampuan untuk mengikuti pelajaran tanpa melihat kelainan dan kecacatannya.
  • Perbedaan merupakan penguat dalam meningkatkan mutu pembelajaran bagi semua anak.
  • Sekolah dan guru mempunyai kemampuan untuk belajar merespon dari kebutuhan pembelajaran yang berbeda.
Bentuk Sekolah Inklusif
  • Sekolah Biasa/Sekolah Umum, yang mengakomodasi semua Anak Berkebutuhan Khusus
  • SLB/Sekolah Luar Biasa/Sekolah Khusus yang mengakomodasi anak normal
inklusif
PENDAPAT :
            Saya setuju dengan pengadaan pendidikan inklusif di Indonesia karena pemerintah juga telah memberlakukan UUD 1945....... yang menyatakan bahwa semua warga Indonesia berhak memperoleh pendidikan yang sama. Begitu juga bagi para penyandang cacat, mereka berhak mendapat pendidikan seperti yang diperoleh oleh anak normal lainnya. Pendidikan inklusif disini berperan penting sebagai wadah untuk menyetarakan pendidikan anak normal dan penyandang cacat tanpa melihat kekurangan yang dimilikinya dan agar penyandang cacat bisa membaur dan bersosialisasi dengan anak lainnya. Pendidikan Inklusif menghendaki sistem pendidikan dan sekolah lebih menjadikan anak sebagai pusat dari pembelajaran fleksibel dan dapat menerima perbedaan karakteristik dan latar belakang setiap anak untuk hidup bersama. Hal ini merupakan langkah awal untuk mempromosikan hidup yang lebih toleran, damai dan demokrasi sesama manusia. Para penyandang cacat sebenarnya mempunyai potensi (bakat dan kreativitas) untuk berprestasi, tergantung pada bagaimana cara guru memotivasi anak tersebut untuk dapat berekspresi menyalurkan bakat yang dimilikinya ke arah yang positif agar bakat dan kreativitas yang dimiliki anak tersebut dapat menghasilkan prestasi yang membanggakan karena tidak semua anak normal dapat berprestasi seperti kebanyakan potensi dan prestasi yang dimiliki dan diraih oleh anak penyandang cacat. Dengan adanya pendidikan inklusif ini, para orang tua yang memiliki anak cacat juga tidak perlu merasa minder dikarenakan mereka memiliki anak yang tidak normal seperti pada umumnya.